Sabtu, 13 Oktober 2012

Tarikh Tasyri' pada masa khulafaur Rasyidin

    Kata Khulafa sendiri merupakan bentuk jamak dari kata kholifah, yang artinya pemimpin. seperti yang telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 30 sebagai berikut :


وإذقال ربك للملائكة إني جاعل في الارض خليفة..... الاية

Artinya :
         "Dan ketika Allah berkata kepada para Malaikat-Nya Sesungguhnya kami akan menjadikan seorang pemimpin di muka bumi ini....

    Namun di dalam permasalahan ini, kata kholifah diartikan sebagai pengganti, yakni pengganti Rasulullah SAW, baik dari segi politik, sosial, budaya, ataupun agama. Artinya, ketika Rasulullah SAW wafat,maka yang berperan selanjutnya untuk melayani rakyat adalah seorang Kholifah. Mereka harus bertanggung jawab dengan penuh, sehingga Islam akan terus abadi dan berjalan seiring silih bergantinya waktu.

   Istilah Kholifah biasanya digunakan untuk menyebut empat orang sahabat nabi yang telah menggantikan peran beliau dalam memperjuangkan agama Islam. Mereka adalah Abu Bakar As-Shiddiq (w. 13 H), Umar bin Khattab (w. 23 H), Utsman bin Affan (w. 35 H) dan Ali bin Abi Thalib (w. 40 H).

      Pada masa periode mereka, merupakan periode pertama dalam pembentukan hukum Islam. Dimulai setelah wafatnya baginda nabi pada tahun 11 H, sampai pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib tahun 40 H dengan gaya dan corak yang berbeda-beda. Karena setelah hukum-hukum syariat telah sempurna diturunkan oleh Allah kepada Nabi, maka mereka harus memikul tanggung jawab mencari sumber-sumber syariat yang ada, untuk menjawab berbagai persoalan dan kejadian yang terus berlangsung, yang kadang kala tidak ditemui di dalam Al-Qur'an dan Hadits.

   Masalah yang kedua yang dihadapi oleh para Kholifah adalah, periode kekuasaan pada masa nabi, hanya meliputi semenanjung Arabia saja. Akan tetapi pada masa Khulafaur Rasyidin Islam sudah menyebar luas ke berbagai penjuru dunia. bukan hanya sebatas di daerah padang rumput saja, akan tetapi melebar ke negara negara tetangganya seperti Mesir Baghdad dll.

    Oleh karena itu, Khulafaur Rasyidin banyak menghadapi  masalah dari masyarakat dalam maupun luar arab, yang kemudian melahirkan interpretasi nash-nash Al-Qur'an dan Hadits, sehingga melahirkan sumber hukum baru berupa Ijma', Qiyas ataupun Ro'yu, yang menuntut mereka untuk melakukan istinbathul hukmi.


   Diantara persoalan-persoalan yang dihadapi pada masa Khulafaur Rasyidin adalah :
1. Para sahabat hawatir akan hilangnya redaksi Al-Qur'an, karena semakin banyaknya para huffadzul wahyi (orang-orang yang hafal Al-Qur'an) yang wafat ketika perang Yamamah.
2. Hawatir terjadinya ikhtilaf (perbedaan) terhadap bacaan Al- Qur'an, seperti yang terjadi pada kaum Yahudi dan Nasrani.
3. Hawatir akan adanya pemalsuan terhadap Al-Qur'an dan Hadits nabi.
4. Memerangi orang-orang murtad dan orang-orang yang enggan membayar zakat.
5. Banyaknya orang Islam yang meyakini bahwa Islam sudah selesai dengan wafatnya nabi, sehingga banyak pula yang menyimpang dari syari'at Islam.

   Dalam menghadapi masalah tersebut, sahabat Abu bakar langsung mengambil tindakan dengan cara mengumpulkan catatan-catatan Al-Qur'an dari hasil para sahabat terdahulu yang hidup pada masa nabi, serta mengumpulkan para huffadz yang masih hidup. diantara yang paling berperan besar di dalam proses pengumpulan ayat-ayat Al-Qur'an adalah sahabat Zaid bin Tsabit, karena beliau sempat menjadi sekretaris nabi. Kemudian barulah pada  masa Khalifah Utsman bin Affan Al-Qur'an mulai dibukukan dan disebarluaskan diberbagai penjuru dunia,hingga sampai sekarang dikenal sebagai Rosm Utsmani,karena mengingat Ummat Islam pada waktu itu sudah banyak perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an yang terbagi dalam tujuh bacaan, atau yang akrab kita dengar dengan istilah Qiro'ah Sab'ah.

Disamping itu juga muncul permasalahan dari segi As-Sunnah (hadits). adapun persoalannya sendiri timbul dari dua arah, yakni yang datang dari Ummat Islam sendiri, dan datang dari orang-orang munafiq. Ketika para sahabat keliru atau lupa dalam mengajarkan hadits kepada sahabat lainnya, disitulah kesempatan orang-orang munafiq untuk melakukan kebatilan dan pendustaan dalam sunnah dengan tujuan merusak ajaran agama Islam. Diantara yang mempelopori adanya hadits palsu adalah Abdullah bin Saba'. contoh salah satu hadits yang palsu disebabkan fanatisme terhadap aliran tertentu, dan ingin menjatuhkan kelompok aliran yang lainnya.


إذا رأيتم معاوية على منبري فاقتلوه


Artinya :       "Apabila kamu melihat sahabat Mu'awiyah di atas mimbarku, maka bunuhlah dia".

   sedangkan Rasul sendiri sudah mengancam orang-orang yang memalsukan sesuatu dengan mengatasnamakan dirinya, seperti dalam sabdanya sebagai berikut :

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النار

Artinya :        “Barangsiapa berdusta atas nama saya ( Nabi ) dengan sengaja, maka tempatnya di neraka”. ( Riwayat Bukhari- Muslim)

   Para sahabat tampil sebagai mufti untuk menjawab persoalan-persoalan baru yang membutuhkan peyelesaian berdasarkan referensi yang kuat. dulu pada masa nabi, beliau dijadikan sebagai central reference (sumber rujukan) bagi umatnya yang mengalami persoalan agama. kini Rasul telah tiada, maka sepenuhnya akan diwaris oleh seorang kholifah sebagai pengganti segalanya.

   langkah-langkah yang dilakukan oleh para sahabat nabi pasca wafatnya beliau dalam menggali hukum adalah :
1. Mencari hukum dalam Al-Qur'an, apabila ada maka diputuskan berdasarkan ketetapan di dalamnya.
2. Jika di dalam Al-Qur'an tidak ditemukan, mereka mencari ketentuan yang ada di dalam sunnah. apabila ada, maka diputuskan berdasarkan apa yang terkandung di dalamnya.
3. jika di dalam Al-Quran dan sunnah tidak dijumpai, mereka melakukan ijtihad bersama, lalu kemudian disepakati bersama. hal yang semacam ini dinamakan dengan ijma'. hasil ijma' dari para sahabat, kadang kala disesuaikan atau disamakan hukumnya dengan masalah lain yang ada di dalam Al-Qur'an, yang dinamakan dengan Qiyas. Namun tetap saja ada diantara para sahabat yang tidak menyetujui hasil ijtihad bersama, yang kemudian mereka berijtihad sendiri menurut keyakinannya masing-masing, yang semacam ini dikategorikan kedalam ro'yu. akan tetapi menurut sebagian ulama, ro'yu jarang sekali dipakai dalam menggali hukum, dikarenakan sangat memungkinkan sekali terjadinya kesalahan dalam berijtihad.

   kiranya itu yang dapat kami sampaikan, semoga bisa bermanfaat. catatan : "tulisan yang baik adalah hasil karya sendiri". sekian